Sejarah Kokas
Kokas digunakan orang-orang China pertama kali untuk pemanasan dan memasak sekurang-kurangnya pada abad kesembilan. Pada dekade pertama abad kesebelas, pandai besi China di lembah Sungai Kuning mulai menggunakan kokas untuk bahan bakar di tungku mereka, sebagai pemecahan masalah bahan bakar untuk wilayah yang jarang terdapat pepohonan di sana.
Pada tahun 1603, Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar dengan cara yang analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari kayu. Proses ini tidak dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas digunakan untuk memanggang ragi di Derbyshire.
Pada tahun 1709, Abraham Darby I membangun tanur pembakaran kokas untuk menghasilkan besi cor. Kekuatan kokas yang besar membuat blast furnace dibangun lebih tinggi dan lebih besar. Selanjutnya, ketersediaan besi murah menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya Revolusi Industri.
Di Inggris pada tahun-tahun pertama lokomotif kereta api uap, kokas merupakan bahan bakar yang umum digunakan. Hal ini terutama karena didorong oleh peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan. Setiap lokomotif diharuskan "mengkonsumsi asapnya sendiri" yang secara teknis tidak mungkin untuk dilakukan sampai mulai digunakannya firebox arch, namun membakar kokas rendah emisi asap dianggap memenuhi persyaratan. Namun, aturan ini diam-diam mulai diabaikan dan batubara yang lebih murah menjadi bahan bakar umum, seiring dengan kereta api yang mulai diterma di kalangan masyarakat umum.
Pada akhir abad 19, para penambang di bagian barat Pennsylvania, USA menyediakan batubara yang menjadi bahan baku untuk kokas. Pada tahun 1885, Rochester and Pittsburgh Coal and Iron Company mem bangun string oven kokas terpanjang di dunia di Walston, Pennsylvania, dengan 475 oven dan panjangnya 2 km (1,25 mil). Output mereka mencapai 22.000 ton per bulan. The Minersville Coke Oven di Huntingdon County, Pennsylvania itu dicatatkan dalam Daftar Tempat Bersejarah Nasional USA pada tahun 1991.
Produksi Kokas
Kandunagan volatil dari batubara -termasuk air, gas batubara, dan batu bara-tar- didorong keluar karena dipanggang dalam tungku atau oven pengap pada suhu setinggi 2.000 ° C (3.600 ° F) meskipun biasanya sekitar 1.000-1.100 ° C ( 1832-2012 ° F).
Fasilitas paling modern oven kokas tetap menghasilkan "produk sampingan". Saat ini, hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan, setelah pemurnian, dalam proses pembakaran yang terpisah untuk menghasilkan energi. Tungku kokas (oven) membakar gas hidrokarbon yang dihasilkan oleh proses pembuatan kokas mengakibatkan terjadinya proses karbonisasi.
Batubara bitumen harus memenuhi seperangkat kriteria untuk digunakan sebagai kokas batubara, ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk diantaranya kadar air, kadar abu, sulfur, kandungan volatil, tar, dan plastisitas. Pengujian ini ditargetkan untuk menghasilkan kokas dengan kekuatan yang sesuai (umumnya diukur oleh coke strength after reaction (CSR). Pengujian lainnya juga dipertimbangkan, termasuk untuk memastikan coke tidak menggelembung terlalu banyak selama produksi dan menghancurkan oven melalui tekanan dinding yang berlebihan.
Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara, semakin banyak byproduk diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat terbang dalam campuran batubara dianggap baik untuk tujuan mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara lain bisa dicampur secara proporsional untuk mencapai tingkat volatil yang dapat diterima sebelum proses produksi kokas dimulai.
Kokas alami terbentuk ketika lapisan batubara dipotong oleh intrusi vulkanik. Gangguan ini memanaskan batubara di sekitarnya dalam suasana anoxic sehingga terbentuklah zona kokas (biasanya beberapa meter) di sepanjang gangguan itu. Namun, kokas alami sangat bervariasi dalam hal kekuatan dan kadar abunya, dan umumnya dianggap tidak dapat dijual kecuali dalam beberapa kasus sebagai produk termal.
Penggunaan Kokas
Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalam blast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi.
Karena konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan banyak asap.
Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan.
Kokas secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas domestik menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris.
Gas produk sampingan
Kokas dapat digunakan untuk membuat gas sintesis, campuran karbon monoksida dan hidrogen.
- Syngas, water gas: campuran karbon monoksida dan hidrogen, yang dibuat dengan melewatkan uap melalui kokas panas-membara (atau char berbasis karbon).
- Producer gas; wood gas; generator gas; synthetic gas; suction gas: campuran karbon monoksida, hidrogen dan nitrogen, dibuat dengan melewatkan udara di atas kokas panas-membara (atau char berbasis karbon).
0 komentar:
Posting Komentar