Senin, 27 Oktober 2014

TATA CARA PEMBAGIAN ROYALTY OLEH PEMERINTAH PUSAT



Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Royalty disektor pertambangan umum disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2006 tentang Penetapan rekening kas umum Negara dan Surat Edaran Nomor 34.E/30/DJB/2009 tanggal 20 November 2009 tentang Tata Cara Penyetoran PNBP.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan pada Pasal 18 ayat 2 menjelaskan sebagai berikut ; “ Dana bagi hasil pertambangan umum sebesar 80 % diwilayah Kabupaten Kota dibagi dengan rincian sebagai berikut :
1. 16% (enam belas) persen untuk provinsi yang bersangkutan,
2. 32% (tiga puluh dua) persen untuk kabupaten/kota penghasil,
3. 32% (tiga puluh dua) persen untuk Kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Adapun dana sebesar 20% merupakan peruntukan pusat.

Minggu, 26 Oktober 2014

PMDN DAN PT



Seiring dengan perkembangan perekonomian dunia, maka perekonomian nasional Indonesia juga membutuhkan perkembangan dan peningkatan dari tahun ke tahun dengan diberikannya fasilitas investasi terhadap pelaku-pelaku usaha yang menanamkan modalnya di Indonesia baik yang berskala nasional maupun internasional. Salah satunya adalah penanaman modal dalam negeri yang menjadi perhatian pemerintah, dimana pelaku usaha nasional diutamakan untuk menanam modalnya tetap di Indonesia demi meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya dan pendapatan sebagian kelompok usaha tertentu pada pokoknya. Pelaku usaha penanaman modal dalam negeri dapat berbentuk perseorangan maupun badan hukum.
Pengertian
Lebih lanjut mengenai pengertian, Penanaman Modal Dalam Negeri (selanjutnya disebut sebagai “PMDN”)   berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UUPM”), yaitu kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Pengertian dari penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Badan usaha Indonesia yang dimaksudkan disini dapat berbentuk perseroan terbatas (“PT”)
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UUPM, dijelaskan bahwa PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 5 ayat (3) UUPM lebih lanjut menjelaskan, penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk PT dilakukan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
  2. membeli saham; dan
  3. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pengesahan dan Perizinan PMDN
Berdasarkan Pasal 25 ayat (4) UUPM, perusahaan penanam modal, termasuk PMDN, yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan. Izin sebagaimana disebutkan sebelumnya diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayananan terpadu satu pintu ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.
Fasilitas Khusus untuk PMDN
Perbedaan mendasar pada perusahaan PMDN dan PT biasa yaitu PMDN mendapatkan fasilitas dari pemerintah Indonesia dalam menjalankan usahanya dimana fasilitas tersebut tidak didapatkan oleh PT biasa. Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UUPM dijelaskan bahwa fasilitas penanaman modal tersebut dapat diberikan kepada penanaman modal yang:
  1. melakukan perluasan usaha; atau
  2. melakukan penanaman modal baru.
Lebih lanjut, Pasal 18 ayat (4) UUPM menjelaskan bentuk fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kepada penanaman modal, termasuk di dalamnya PMDN, dapat berupa:
  1. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
  2. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  3. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
  4. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatn untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
  5. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
  6. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

PERATURAN MENGENAI PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL TAMBANG


Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral (“Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral”) adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”).
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, golongan komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya adalah:
  1. mineral logam;
  2. mineral bukan logam; atau
  3. batuan.
Selanjutnya, di dalam Pasal 3 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral diatur bahwa peningkatan nilai tambah komoditas tambang dilaksanakan melalui kegiatan:
  1. pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas tambang mineral logam tertentu;
  2. pengolahan untuk komoditas tambang mineral bukan logam tertentu; dan
  3. pengolahan untuk komoditas tambang batuan tertentu.
Kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
  1. memiliki sumber daya dan cadangan bijih dalam jumlah besar;
  2. untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi logam di dalam negeri;
  3. teknologi pengolahan dan/atau pemurnian sudah pada tahap teruji;
  4. produk akhir pengolahan dan/atau pemurnian sebagai bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
  5. produk akhir sampingan hasil pengolahan dan/atau pemurnian untuk bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
  6. sebagai bahan baku industri strategis dalam negeri yang berbasis mineral;
  7. memberikan efek ganda baik secara ekonomi dan negara; dan/atau
  8. untuk meningkatkan penerimaan negara.
Setiap jenis komoditas tambang mineral logam tertentu, mineral bukan logam dan batuan tertentu wajib diolah dengan batasan minimum pengolahan yang telah ditetapkan di dalam lampiran I, II dan III Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (“IUP”) Operasi Produksi mineral logam dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) Operasi Produksi mineral logam wajib melakukan pengolahan dan/atau pemurnian hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral logam.
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan juga wajib melakukan pengolahan hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan.
Jika pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi tidak ekonomis untuk melakukan sendiri pengolahan dan/atau pemurnian mineral, maka dapat melakukan kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian.
Kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian ini dapat berupa jual beli bijih atau konsentrat, kegiatan untuk melakukan proses pengolahan dan/atau pemurnian, atau pembangunan bersama sarana dan prasarana pengolahan dan/atau pemurnian. Rencana kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri pertambangan mineral sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Namun bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan Ijin Perijinan Rakyat (“IPR”) yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012, dapat menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Rekomendasi dari Menteri diberikan setelah pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean;
  2. melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada Negara;
  3. menyampaikan rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri; dan
  4. menandatangani pakta integritas.

Latar Belakang
Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral (“Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral”) adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”).
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, golongan komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya adalah:
  1. mineral logam;
  2. mineral bukan logam; atau
  3. batuan.
Selanjutnya, di dalam Pasal 3 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral diatur bahwa peningkatan nilai tambah komoditas tambang dilaksanakan melalui kegiatan:
  1. pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas tambang mineral logam tertentu;
  2. pengolahan untuk komoditas tambang mineral bukan logam tertentu; dan
  3. pengolahan untuk komoditas tambang batuan tertentu.
Kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
  1. memiliki sumber daya dan cadangan bijih dalam jumlah besar;
  2. untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi logam di dalam negeri;
  3. teknologi pengolahan dan/atau pemurnian sudah pada tahap teruji;
  4. produk akhir pengolahan dan/atau pemurnian sebagai bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
  5. produk akhir sampingan hasil pengolahan dan/atau pemurnian untuk bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
  6. sebagai bahan baku industri strategis dalam negeri yang berbasis mineral;
  7. memberikan efek ganda baik secara ekonomi dan negara; dan/atau
  8. untuk meningkatkan penerimaan negara.
Setiap jenis komoditas tambang mineral logam tertentu, mineral bukan logam dan batuan tertentu wajib diolah dengan batasan minimum pengolahan yang telah ditetapkan di dalam lampiran I, II dan III Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (“IUP”) Operasi Produksi mineral logam dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) Operasi Produksi mineral logam wajib melakukan pengolahan dan/atau pemurnian hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral logam.
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan juga wajib melakukan pengolahan hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan.
Jika pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi tidak ekonomis untuk melakukan sendiri pengolahan dan/atau pemurnian mineral, maka dapat melakukan kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian.
Kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian ini dapat berupa jual beli bijih atau konsentrat, kegiatan untuk melakukan proses pengolahan dan/atau pemurnian, atau pembangunan bersama sarana dan prasarana pengolahan dan/atau pemurnian. Rencana kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri pertambangan mineral sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Namun bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan Ijin Perijinan Rakyat (“IPR”) yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012, dapat menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Rekomendasi dari Menteri diberikan setelah pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean;
  2. melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada Negara;
  3. menyampaikan rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri; dan
  4. menandatangani pakta integritas.
- See more at: http://www.hukumpertambangan.com/ketentuan-mengenai-peningkatan-nilai-tambah-mineral-melalui-kegiatan-pengolahan-dan-pemurnian-mineral-berdasarkan-peraturan-menteri-sumber-daya-mineral/#sthash.gBRCR4ZA.dpuf

Sabtu, 04 Oktober 2014

NIR


 
For the optimum practice of extractive metallurgy, accurate and rapid characterization of ore is critical for mine planning and ore processing. Definitive information from mineralogical and metallurgical analysis is essential for operators to develop and maintain pit geologic maps, dig plans, block models and to make informed ore processing decisions all within the tight economic parameters of today’s world.
ASD’s TerraSpec® near-infrared (NIR) spectroscopic instrumentation in extractive metallurgy speed metallurgical and mineralogical analysis, much more rapidly than conventional laboratory-based methods. With a long successful track record within the mining sector, NIR is used for identification and quantitative analysis of the complex mineral assemblages present in various ores. ASD’s advanced NIR technology measures samples in real-time, allowing accurate analysis of hundreds of samples per day.

NIR is especially useful for determination of clays and other phyllosilicate minerals allowing for immediate adjustments to changing conditions. These include physical properties that can either help or hinder the metal recovery process during mineral processing and heap leach operations. Data from NIR analysis can help when evaluating critical parameters associated with mineral processing and heap leach operations such as comminution, concentration, permeability, reagent usage including acid consumption, and moisture addition resulting in an improved metal recovery while reducing processing time, lowering energy use and costs.



ASD’s NIR analyzers allow operators to measure key parameters like those below in a rapid, cost-effective manner that doesn’t interfere with production.
  • Abundances of iron (and other transition element) oxides and hydroxides
  • Rare Earth Element (REE) minerals
  • Acid consumption
  • Total swelling clays
  • Comprehensive clay mineralogy
  • Micas, chlorites and serpentine
  • Talc, pyrophyllite, and amphiboles
  • Carbonates
  • Sulfates
  • Hardness
  •  Particle size
 
ASD’s systems provide multiple configurations, including field-portable, bench top and online options, allowing for streamlined analyses at any number of sites and facilities. Whether in the lab, on the conveyor belt, in the heap leach pile or on the excavation wall, ASD has a proven track record to meet the NIR needs of extraction metallurgy.

EMAS

Metode alami yang paling umum terjadinya konsentrasi emas adalah melalui kegiatan purba oleh cairan yang panas di dalam kerak bumi. (Cairan jauh di dalam kerak bumi yang dipanaskan oleh panas internal bumi. Saat mereka bergerak menuju permukaan mereka mendingin).
Jika cairan-cairan bergerak di daerah yang cukup luas, dan melarutkan emas untuk jangka waktu cukup lama, emas dapat terkonsentrasi dalam jumlah pada bagian per seribu atau bahkan lebih besar.

Seiring dengan emas, cairan-cairan membawa mineral-mineral terlarut lainnya, seperti kuarsa. Inilah sebabnya mengapa emas sering ditemukan dengan kuarsa. Ini dikenal sebagai cadangan emas primer dan untuk mengekstrak emas dari batu yang mengandung urat-urat emas, batu harus digali (ditambang), digiling dan diproses.
Emas di Kuarsa, Ballarat, Victoria, Australia

Di Australia konsentrasi emas ini terjadi di bumi pada ratusan juta tahun lalu di negara2 bagian timur, dan ribuan jutaan tahun yang lalu di Australia Barat.

Batuan-batuan yang mengandung urat-urat emas kini telah terekspos di permukaan dan sedang terkikis. Emas yang terkandung dalam batuan-batuan ini telah dibasuh ke dalam sungai untuk membentuk cadangan-cadangan emas aluvial. Di sini, emas ini terkonsentrasi lebih lanjut oleh aksi air.

Karena emas lebih berat dari sebagian besar bahan digerakkan oleh anak sungai atau sungai, ini dapat menjadi terkonsentrasi di cekungan dan terjebak pada dasar sungai. Ini dikenal sebagai cadangan emas sekunder dan mereka dapat dikerjalkan dengan menggunakan panci emas, ayunan.

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

GEG

GEG

GP

CARBON COUNTER

ENERGY NEWS

NEWS

COAL PROJECT

AREA TAKE OVER

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Perlu Info Kontak Kami di Email kami:mars4302@yahoo.co.id Hp 082380937425