Pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara, dilakukan sesuai UUD
45 pasal 33 ayat 3 . Berdasarkan UUD 45, dibuatlah UU yang mengatur soal
pengelolaan ini, yang saat ini dibuat dengan UU No 4/ 2009 dimana
sebelumnya mengikuti UU No 11/ 1967. Dalam UU No 4/2009
juga disebutkan soal Kontrak Karya yang telah ditandatangani lebih dulu .
Hal ini disebabkan, Kontrak Karya (KK dan PKP2B) juga memiliki kekuatan
hukum yang sama, ditandatangani oleh Pemerintah setelah di ratifikasi
oleh DPR, telah dibahas bersama DPR dengan mempertimbangkan hak dan
tanggungjawab dalam pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara
tersebut. Undang undang No 4/2009
tidak menyebut soal pembatalan KK/PKP2B, hanya menyebutkan
"penyesuaian" , yang dilakukan berdasar pada kesepakatan Para Pihak.
Karena itu, dilakukan perundingan2 kembali untuk menyesuaikan dengan UU
yang baru.
Added
value atau pertambahan nilai yang di amanatkan dalam UU No.4/2009
memang ditujukan agar Indonesia mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dari pengelolaan sumberdaya mineral ini, tetapi juga dimaksudkan untuk
melakukan konservasi sumberdaya alamnya, tidak diobral dan dijual besar
besaran dalam bentuk bahan mentah. Tidak ada satupun Bangsa2 di dunia
ini yang berhak melarang keinginan Bangsa Indonesia yang dituangkan
dalam UU No 4/2009 ini. Apabila keinginan ini
diimplementasikan kepada KK/PKP2B, maka harus dilakukan dengan suatu
perundingan yang disepakati Para Pihak, mengingat mereka mempunyai
pedoman yang berupa kontrak yang telah disetujui DPR juga.
Sebenarnya, amanat Undang2 ini lebih tepat ditujukan kepada ribuan IUP
yang dikeluarkan PemDa sejak tahun 2000, yang telah menguras habis semua
sumberdaya mineral dan batubara di daerah masing masing, tanpa kendali.
Ekspor bauksit Indonesia meningkat tajam dari 1,3juta MT pertahun
(2000) menjadi sekitar 30juta MT pertahun (2013), begitu juga Bijih
Nickel, Bijih besi, Mangaan, Zirkonium dan batubara. Silahkan lihat data
BPS. Semua pemborosan sumberdaya mineral dan batubara ini berada
ditangan wewenang PemDa, dimana kadang2 Pemerintah Pusat pun tidak tahu,
apalagi punya kemampuan untuk mengendalikannya.
Undang2 No 4/2009 punya tugas berat untuk mengatur hal ini.
Soal
smelter, peleburan bijih atau pemurnian, menurut hemat saya perlu
diatur secara khusus. Kalau tujuannya untuk mengubah semua bijih menjadi
logam, maka kita semua harus memikirkan jumlah smelter yang akan
dibangun di setiap daerah penghasil barang tambang tersebut. Kebijakan
strategis untuk dibangunnya smelter2 ini, belum disiapkan oleh
Pemerintah. Yang ada, semua soal smelter diserahkan kepada para
penambang dan investor sendiri. Karena itu, sangat mungkin terjadi
kekacauan , mengingat terbatasnya infrastruktur , tenaga ahli, industri
manufaktur/ fabrikasi smelter dan pendanaan. Kelihatannya indah dan
beraroma nasionalistis, padahal Indonesia harus mengimpor mesin2 pelebur
dari negara2 industry besar yang tipis kemungkinannya mereka berbaik
hati memberikan mesin pelebur yang canggih dan murah pengoperasiannya.
Yang jelas, devisa Indonesia akan terkuras habis untuk membeli mesin2
pelebur logam tersebut, sedangkan disaat yang sama devisa yang berasal
dari ekspor non migas dan pendapatan Negara berkurang drastis. Leluhur
kita mengatakan ,..."Lebih besar pasak daripada tiang"
Membangun
smelter, juga sarat dengan teknologi tinggi dan ketergantungan dengan
asing juga masih tinggi. Para orangtua kita yang bijak
mengatakan ,.."Mulailah dari yang engkau mampu lakukan, sambil belajar
bagaimana melipat gandakannya" .
Yang
jadi pertanyaan apakah dimaksud dengan Penyesuaian bagi pemilik
KK/PKP2B ke dalam UU no4/2009 ??, apakah tidak merupakan suatu
kecolongan bagi pemerintah ??, disisi lain merupakan keuntungan bagi
Swasta. Karena untuk setiap pemilik KK/PKP2B diminta utk merujuk ke UU
4/2009 seringkali kurang memberikan respon kepada pemerintah, dan
selalu pihak pemilik KK utk kembali ke butir butir yang ada di dalam
KK, kan jadi repot atau kalah posisi tawar, sehingga pemerintah tidak
punya hak utk sedikit memaksa . Sebigitu lemahkah Negara /kita dalam
posisi KK tersebut , sehingga kurang tegas utk berbuat apa apa ??? apa
lagi utk memaksa nya,, Atau memang Butir butir dalam KK tersebut
bersifat yg melemahkan kita, kalau ya ??? kenapa yaaa ?? apak Draft KK
tersebut kita / negara yang buat/susun nya ?? atau ada kepentingan
siapa disini ???
Perundingan
kembali sudah barang tentu suatu hal yg cukup sulit dilakukan agar
pihak KK/PKP2B mau menerima akan revisi pokok bicara yang membuat suatu
keuntungan bagi negara ini, mengingat sdh sekian lama KK tersebut
dikeluarkan ?? semoga para pelaksana pemikir bidang pertambangan bisa
mengeluarkan butir butir terbaik pemikirannya agar negara yg kaya bahan
tambang bisa menikmati untuk kesejahteraan rakyatnya
sistem
"pertambangan" dgn model KK haruslah segerah bergeser kpd model
pengelolahan dgn bentuk IUPK atau IUP sesuai dgn yg tertera dlm UU
4/2009..sistem KK adalah sbuah kesalahan dimna banyak menguntungkan
PMA.Saya perna baja diaebuah majala dimana negara Fenezuela menerapkan
Royalti sampe 13%..yg jd pertanyaan knp Negara itu bisa kanapa RI tdk
bisa...???sampe kapan kita semua harus terjebak dgn model KK semacam
ini...
Kan
sdh ada fase2..awalnya UU 1/67 kemudian melangkah kpd UU 4/2009 dan
muncul PP 23/2010,berlanjut kpd Kepres tentang penyesuaian KK...
Klo
PMA dgn KK nya tdk mau tunduk kpd aturan yg ada saat ini,maka itu
menjadi pemicu bagi warga Negara yg lain unk tdk taat kpd UU yg
berlaku...alamat Negara ini sama dengan tdk memiliki panglima...
flash
back ke belakang..saat itu setelah RI dinyatakan merdeka di Irian Barat
yg sekarang Papua masih diduduki belanda..dan akhirnya presiden saat itu
mengutus delegasi ke USA unk meminta bantuan sekutu unk membombardir
Belanda,selain itu RI juga banyak menasionalisasi perusahaan belanda
trsebut unk memutuskan pendapatan belanda..dan ini ada kaitannya dgn KK
sampe sekarang..memang tdk terpublikasi secara umum disitu tapi Saya lbh
meliat bahwa KK Free Fort dan NNT adalah hadia kpd sekutu sbge balas
jasa..
Krn
tak berselang lama ditahun 67 datanglah PMA ke RI ini unk
brimvestasi..dan mnrut salah satu buku yg sy baca, kala itu ditahun 67
RI kekosongan hukum yg nengatur tentang "pertambangan" atau dgn istilah
RECK VACUM...dan akhirnya UU 1 digodok bersama dgn phk PMA yg awalnya item intinya sdh jd kemudian dilempar ke parlemen RI dan tdk sempat
dikaji lbh jau krn keterbatasan2 pra PENJAJAHAN..itulah awal crita dari
KK yg Saya ketahui..makanya saat itu pula Ir.Sukarno merasa terpandang
dimata Internasional krn saat itu RI 1 mengumumpulkan emas dr beberapa
raja2 dan dari perusahaan Belanda hingga akhirnya saat itu grop Fatikan
mencoba meminjam ke RI 1 unk menyelamat kan perekonomian dunia dgn
mendirikan bank dunia..dan sampe saat ini pinjaman itu tak pernah
kembali dan bunganya pun tak pernah kita rasakan...krn buku data
pinjaman RI 1kala itu ditulis dalam bentuk sandi dan entah dimana
rimbahnya..dan itu jg yg diincar olh RI 1 saat ini krn dr data itu RI
akan mampu menggaji masyarakat negaranya sampe 80%..info ini Saya dpat
di media oN Line www.berita5.com
Kiranya
upaya upaya apa yg mesti kita angkat kepermukaan , tentu semuanya
berdasarkan untuk meningkatkan royalti kepada penerimaan negara RI
seperti melihat contoh negara lain sbagai pembanding, Dimaksudkan agar
bagi para pemegang KK/PKP2B bisa mengikuti
bahwa KK tersbut mengikuti UUD 45 Psl 33. Karena pemegang KK ini bisa
disebutkan punya kendali yg kuat, tak bisa berubah , sehingga ada kesan
pengertian sudah tdk diganggu gugat dalam melakukan kegiatan operasi
tambang nya . kecuali para wakil rakyat / DPR yg akan rapat rapat lagi
utk menyesuaikan kebutuhan kedaulatan sumber daya alam demi kepentingan
negara nya pada butir pasal 169 UU 4 /2009 di kaji ulang,,,,atau ada
jalan lain yang bisa win win solution ????
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Posting Komentar