Kamis, 19 Juni 2014
HASIL PENYELIDIKAN CADANGAN BATUBARA DI JAMBI
00.59
bro
No comments
DI
DAERAH NIBUNG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SAROLANGUN, PROVINSI JAMBI;
KABUPATEN BATANGHARILEKO DAN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN
Oleh :
Sub Direktorat Batubara
Daerah
penyelidikan adalah bagian Cekungan Sumatera Selatan yang diisi oleh
dua perioda sedimentasi sejak Awal Tersier hingga Kuarter. Perioda
pertama adalah fase transgresi yang menghasilkan Formasi Talang Akar dan
Gumai. Perioda kedua merupakan fase regresi menghasilkan
Formasi-Formasi Air Benakat, Muaraenim dan Kasai.
Evaluasi
terhadap keadaan geologi daerah Nibung dan Sekitarnya dapat disimpulkan
bahwa hanya Formasi Muaraenim yang mengandung endapan batubara
berpotensi besar untuk dikembangkan, dan terdapat dalam 3 (tiga) anggota
yaitu M1, M2 dan M3. Dari hasil korelasi singkapan batubara dan
ditunjang data pemboran, terdapat 8 lapisan batubara,
yaitu : Lapisan Kladi >1,00->6,50m, Merapi 1,00-1,50m, Suban
>1,00-10,75m, Mangus >2,00-15,10m, Burung 1,00->2,80m, Gantung 2
1,00->2,80m, Benuang 1,00->4,00m dan Gantung 1 >0,50m.
Analisa
kimia terhadap conto inti bor dengan dasar kering udara (adb)
memberikan nilai panas berkisar dari 5.285-5.870 kal/gr, kandungan abu
3,10-12,90%, sulfur kurang 0,40% dan nilai HGI 50-64. Batubara ini
umumnya mempunyai kandungan air total (ar) sangat tinggi berkisar dari
43,75-47,00%, sedangkan air tertambat (adb) 10,15-10,95%. Dari hasil analisa tersebut ranknya menunjukan Kelas Sub-bituminous – Lignitc.
Hasil analisa petrografi batubara menunjukan batubara di daerah penyelidikan didominasi oleh maseral vitrinit (>87%), sedangkan maseral lain <6 0="" dan="" kelas="" lignitic.="" nilai="" reflektansinya="" span="" termasuk="" yang="">6>
Perhitungan sumberdaya batubara hingga “overburden” 50 m memberikan angka kurang lebih 271.138.815 juta ton.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan
diberlakukannya OTONOMI DAERAH tahun 2001, konsekwensinya Pemerintah
Daerah harus dapat membiayai operasionalnya yaitu dari PAD (Pendapatan
Asli Daerah). Untuk itu dalam perlu dilakukan peningkatan PAD dari
segala sektor, salah satunya dari sektor pertambangan batubara.
1.2. Lokasi Penyelidikan
Secara
administratif daerah penyelidikan termasuk wilayah Kec. Batanghari
Leko, Kab. Musi Banyuasin dan Kec. Rawas Ilir, Kab. Musi Rawas, Provinsi
Sumatera Selatan serta Kec. Pauh, Kab. Sarolangun Provinsi Jambi.
Secara geografis barada pada koordinat 103000’00’’ – 103015’00’’ BT dan 02015’00’ – 02030’00’’ LS (Gambar 1).
2. KEADAAN GEOLOGI
2.1. Geologi Regional
Secara regional geologi daerah Nibung dan Sekitarnya termasuk ke dalam Cekungan
Sumatera Selatan yang merupakan “Beckdeep Basin” atau cekungan
pendalaman belakang (Koesoemadinata dan Hardjono, 1978).
Cekungan
Sumatera Selatan dipisahkan dari Cekungan Sumatera Tengah oleh suatu
tinggian yaitu Pegunungan Tiga Puluh; kedua cekungan ini memiliki
kesamaan dalam ciri-ciri sedimentasinya yang terbentuk akibat pergerakan
ulang sesar bongkah pada batuan dasar Pra-Tersier yang diikuti oleh
kegiatan volkanik.
Stratigrafi
umumnya memperlihatkan bahwa pembentukan batubara hampir bersamaan
dengan proses sedimentasi Tersier yaitu pada saat pengendapan Formasi
Talang Akar, Air Benakat dan Muaraenim.
Akumulasi
endapan batubara hanya pada siklus pertengahan regresi pada saat
pengendapan Formasi Muaraenim, yaitu dalam Anggota M1 (Lapisan Merapi
dan Kladi), M2 (Lapisan Mangus, Suban dan Petai), M3 (Lapisan Burung dan
Benuang) dan M4 (Lapisan Niru, Lematang, Benakat/Babat, Enim dan
Kebon).
2.2. Geologi Daerah Penyelidikan
Morfologi
Daerah
penyelidikan terdapat disebelah timur Pegunungan Bukit Barisan dan
secara umum terdiri dari Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang dan
Pedataran.
Satuan
Morfologi Perbukitan Bergelombang menempati hampir seluruh daerah
penyelidikan yang litologinya disusun oleh batuan sedimen klastika halus
dengan kemiringan lereng antara 100 – 650 dan berada pada ketinggian 60 – 150m diatas permukaan air laut.
Pedataran
menempati bagian sebelah barat-daya daerah penyelidikan dengan
ketinggian berkisar dari 20 – 60 meter diatas permukaan air laut.
Litologi penyusunnya terdiri dari tufa, batulempung tufaan dan batupasir
tufaan.
Pola
aliran sungai dikeringkan oleh sungai utama yaitu Sungai Kelumpang
(sebelah barat) dan Sungai Batanghari Leko, induk sungai ini dengan
anak-anak sungai membentuk pola aliran dendritik dan tralis dengan
tingkat erosi dewasa.
Stratigrafi
Stratigrafi di
daerah penyelidikan mem-bentuk suatu antiklinorium dan berdasarkan Peta
Geologi Lembar Sarolangun (1994) dan Shell (1978), stratigrafi daerah
penyelidikan mencakup 4 (empat) formasi dari tua ke muda yaitu Formasi
Gumai, Air Benakat, Muaraenim dan Kasai (Tabel 1).
Formasi Gumai (Tmg)
merupakan batuan tertua dan terdapat di sebelah baratlaut. Litologinya
terdiri dari serpih dengan sisipan batupasir halus dan setempat napal
dan batugamping. Umurnya adalah Akhir Miosen Awal–Awal Miosen Tengah;
di-endapkan dalam lingkungan laut dalam (Neritik).
Formasi Air Benakat (Tma)
tersingkap disebelah tengah-utara dengan litologi terdiri dari
perselingan antara batulempung dan batupasir, dengan sisipan konglomerat
gampingan, napal dan batulanau. Umurnya adalah Akhir Miosen Tengah –
Awal Miosen Akhir, diendap-kan secara selaras diatas Formasi Gumai dalam
lingkungan laut dangkal.
Formasi Muaraenim (Tmpm) tersingkap diseluruh
daerah penyelidikan yang diendapkan secara selaras diatas Formasi Air
Benakat dalam lingkungan laut dangkal sampai peralihan. Umurnya
diperkirakan Miosen Akhir. Formasi ini dibagi 4 anggota yaitu :
Anggota M1 terdapat 2 lapisan batubara (Lapisan Kladi dan Merapi).
Litologinya disusun oleh oleh batuan sedimen klastika halus yang
terdiri dari batupasir dan batulempung dengan sisipan batu-lempung
batubaraan dan batubara tipis. Batupasir
berwarna abu-abu terang, rapuh, bersifat tufaan, dominan kuarsa,
pita-pita batubara. Batulempung berwarna abu-abu terang sampai abu-abu
tua, padu. Batubara berwarna hitam kecoklatan, mengkilap-kusam, struktur
kayu masih terlihat. Berdasarkan data singkapan, ditemukan sebanyak 13
lokasi yang umumnya terendam air/lumpur; lapisan ini ditembus oleh
lobang bor RH – 03 yaitu Lapisan Merapi dengan ketebalan 1,55m.
Anggota M2 terdapat 2 (dua) lapisan utama yaitu Lapisan Suban dan Mangus. Anggota ini sebagian ditembus oleh lubang bor RWS-01, RWS-02, RWS-04, RWS-06, RWS-07, RWS-10 RWS-11, BMR-02, RH-17, RH-02 dan RH-12. Anggota ini dikenali ber-dasarkan kandungan batubaranya yaitu Lapisan Mangus yang dicirikan oleh sisipan batulempung tufa-an dengan kandungan mineral biotit. Lapisan Mangus merupakan batas atas Anggota M2, sedangkan batas bawahnya adalah Lapisan Petai.
Litologinya disusun oleh perselingan batulanau dengan batulempung;
sisipan batupasir dan batubara. Batulanau berwarna abu-abu muda sampai
abu-abu kecoklatan, kompak, terdapat nodul-nodul pirit, tebal lapisan
1,50 - >15,00m. Batulempung berwarna abu-abu muda sampai abu-abu
kehijauan, lunak-padu, mengandung sisa-sisa tumbuhan, struktur sedimen
khas lentikular, tebal lapisan 0,50 – 7,75m. Batupasir
berwarna abu-abu terang, halus-sedang, tufaan, rapuh-keras, dominan
kuarsa, struktur sedimen flacer, gelembur gelombang, paralel laminasi dan graded bedding.
Berdasarkan hasil penyelidik terdahulu dibagian selatan, anggota ini
dapat ditembus oleh beberapa lobang bor dengan ketebalan sampai dengan
27,29m ; sedangkan dari data singkapan ditemukan di 37 lokasi yang
umumnya terendam air/lumpur.
Anggota M3 terdapat 2 (dua) lapisan utama yaitu Lapisan Burung dan Binuang. Batas atasnya adalah Lapisan Kebon (Anggota M4) dan batas bawah adalah Lapisan Mangus (Anggota M2) Litologinya terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung dan batubara. Batu-pasir
berwarna abu-abu terang, halus-sedang, dominan kuarsa, rapuh.
Batulanau, berwarna abu-abu terang kehijauan–kecoklatan, kompak, jejak
tumbuhan. Batu-lempung bertindak sebagai lapisan pengapit batubara,
berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan, lunak-padu, jejak tumbuhan. Anggota
ini dapat ditembus oleh lobang bor RWS-12 dan ditemukan di 23 lokasi
yang umumnya terendam air/lumpu. Anggota ini ber-dasarkan penyelidik
terdahulu ditembus oleh satu lobang bor RH – 06.
Anggota M4 di daerah penyelidikan lapisan batubara tidak ditemukan. Litologinya terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung dan batubara. Batupasir
berwarna abu-abu terang, halus-sedang, dominan kuarsa, rapuh.
Batulanau, berwarna abu-abu terang ke-hijauan–kecoklatan, kompak, jejak
tumbuhan. Batulempung, berwarna abu-abu sampai abu kecoklatan,
lunak-padu, jejak tumbuhan.
Formasi Kasai ( QTk)
dijumpai di bagian tengah daerah penyelidikan, litologinya terdiri dari
tufa dan tufa batuapung dengan sisipan batu-lempung tufaan dan
batupasir tufaan; setempat konglomeratan dan terdapat kayu terkersikan.
Umur formasi ini adalah Pliosen Akhir – Plistosen Awal yang diendapkan
secara tidak selaras diatas Formasi Muaraenimdalam lingkungan darat.
Struktur Geologi
Pola struktur di daerah penyelidikan mem-punyai kecenderungan berarah baratdaya-timur-laut. Pola struktur lipatan adalah hasil gaya kompresi dari gaya tegasan utama yang berarah baratdaya-tenggara.
Struktur
sesar yang ditemukan adalah sesar normal Kepahiangan 1, Kepahiangan 2
dan Sungai Malam; Sesar Geser Sungai Kruh serta Sesar Naik Sungai
Penjagoan, yang arahnya baratdaya-timur laut.
Sedangkan
struktur lipatan yang ditemukan adalah struktur antiklin (Antiklin
Kepahiangan, Terentang, Tajau Pecah dan Sungai Malam) dan sinklin
(Sinklin Kepahiangan, Batanghari Leko dan Air Mati) yang berarah
baratlaut-tenggara.
3. GEOLOGI BATUBARA
3.1. Endapan Batubara
Untuk
mendapatkan dimensi dan pelamparan lapisan batubara di daerah Nibung
dan Sekitarnya, perlu dilakukan pengelompokan lapisan batubara
berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan, data bawah permukaaan dari
pemboran inti batubara dan dibantu hasil interpretasi geofisika
logging.
Dari
hasil pemetaan geologi, pemboran inti dan dibantu interpretasi
geofisika logging, maka dibuat peta geologi yang terdiri dari Peta
Geologi daerah Nibung dan Sekitarnya skala 1 : 50.000 (Peta 1)
Singkapan Batubara
Hasil
penyelidikan di daerah Nibung dan Sekitarnya ditemukan 73 lokasi
singkapan batubara yang terdapat pada Formasi Muaraenim yaitu pada
Anggota M 1, M 2 dan M 3; sedangkan dalam Anggota M 4 tidak ditemukan
lapisan batubara.
Hasil Pemboran Inti
Dari
hasil pemetaaan geologi, telah dilakukan pemboran sebanyak 13 lubang
bor dengan kedalaman berkisar dari 15,80 – 73,10m, jumlah total
kedalaman 701,90m dan 1 (satu) lubang bor yaitu BMR – 02 dikerjakan
oleh Tim Pauh Lubuk Napal.
Korelasi Lapisan Batubara
Dari
hasil pemetaan geologi dan korelasi lubang bor serta berdasarkan
kedudukan batubara secara stratigrafi dibuat penampang korelasi lubang
bor dengan nama lapisan batubaranya yang mengikuti kepada
stratigrafi Shell, 1978; selain itu korelasi ini dipakai sebagai acuan
gambaran pola sedimentasi dalam lingkungan pengendapannya. Singkapan
batubara umumnya terendap air dan lumpur, sehingga dalam penentuan
ketebalan sebenarnya sangat sulit dan umumnya dicantumkan tebal yang
terukur.
Berdasarkan
korelasi tersebut dari atas kebawah, di daerah Nibung dan Sekitarnya
dalam Formasi Muaraenim (Anggota M1, M2 dan M3), ditemukan paling tidak 8 (delapan) lapisan batubara.
ANGGOTA M1
Anggota
M1 terdapat di kedua sayap antiklin maupun sinklin, ditemukan sebanyak
13 lokasi singkapan batubara, dengan jumlah lapisan sebanyak 2 (dua)
lapisan batubara ; yaitu Lapisan Kladi dan Merapi.
Lapisan Kladi
Lapisan
Kladi merupakan lapisan paling bawah dari Formasi Muaraenim, ditemukan
di 4 (empat) lokasi (E-17, E-30, K-23 dan R-01) dengan ketebalan
berkisar dari >1,00 - >6,50m dan kemiringan 120–600.
Berdasarkan data singkapan batubara, Lapisan Kladi sebarannya tidak
menerus dan tidak semua sayap antiklin maupun sinklin ditemukan
singkapan batubara.
Lapisan Merapi
Lapisan Merapi terletak diatas Lapisan Kladi, ditemukan di 9 (sembilan) lokasi dengan ketebalan berkisar dari 1,00 – 1,50m dan kemiringan 100 - 550,
diantaranya K-14, R-02, R-17, R-02 dan R-06. Lapisan Merapi sebarannya
tidak menerus dan tidak semua sayap antiklin maupun sinklin ditemukan
singkapan batubara. Dari hasil penyelidikan terdahulu lapisan ini
dibagian selatan ditembus oleh lobang bor RH – 03 dengan ketebalan
1,55m.
ANGGOTA M2
Dalam
Anggota M1 ditemuka sebanyak 37 lokasi singkapan batubara, dengan
jumlah lapisan sebanyak 2 (dua) lapisan batubara yaitu Lapisan Suban (9 lokasi) dan Mangus 28 lokasi) yang umumnya terendam air/lumpur.
Lapisan Suban
Lapisan
Suban terletak diatas Lapisan Petai, ditemukan di 11 lokasi dengan
ketebalan berkisar dari >1,00 – 7,00m, kemiringan 100 - 250
dan ditembus oleh lubang bor BMR – 02. Sebaran Lapisan Suban umumnya
menerus dan kearah tenggara umumnya menebal; sedangkan kearah barat laut
spit menjadi 2 (dua) lapisan dengan ketebalan 3,10m dan 3,25m.
Lapisan Mangus
Lapisan Mangus terletak diatas Lapisan Suban, ditemukan di 26 lokasi dengan ketebalan >2,00 – 10,25m, kemiringan 8o – 65o dan ditembus oleh lubang bor RWS-01,
RWS-02, RWS-04, RWS-06, RWS-07, RWS-10, RWS-11 dan BMR-02 serta
berdasarkan penyelidik terdahulu di bagian selatan ditembus oleh lobang
bor RH-17, RH-12 dan RH-02 dengan ketebalan 18,5-27,29m ; lapisan ini di sebelah timurlaut split menjadi 2 (dua) yaitu Lapisan Mangus 1 dan Mangus 2.
ANGGOTA M3
Anggota
M3 terdapat di kedua sayap antiklin maupun sinklin, ditemukan sebanyak
23 lokasi singkapan batubara, dengan jumlah lapisan sebanyak 4 (empat)
lapisan batubara ; yaitu Lapisan Burung, Gantung 1, Benuang dan Gantung 2.
Lapisan Burung
Lapisan
Burung merupakan lapisan paling bawah dari Anggota M3, ditemukan di 8
(delapan) lokasi dengan ketebalan berkisar dari 1,00 - >2,80m dan
kemiringan 80 – 650. Berdasarkan data singkapan
batubara, Lapisan Burung sebarannya tidak menerus dan tidak semua sayap
antiklin maupun sinklin ditemukan singkapan batubara.
Lapisan Gantung 2
Lapisan
Gantung 2 terletak diatas Lapisan Burung, ditemukan di 8 (delapan)
lokasi dengan ketebalan berkisar dari 1,00 - >2,80m dan kemiringan 80 – 650.
Berdasarkan data singkapan batubara, Lapisan Burung sebarannya tidak
menerus dan tidak semua sayap antiklin maupun sinklin ditemukan
singkapan batubara.
Lapisan Benuang
Lapisan
Benuang merupakan lapisan paling atas dari Anggota M3, ditemukan di 6
(enam) lokasi dengan ketebalan berkisar dari 1,00 - >4,00m dan
kemiringan 100 – 650, lapisan ini ditembus oleh
bor RWS-12. Berdasarkan data singkapan batubara, Lapisan Burung
sebarannya tidak menerus dan tidak semua sayap antiklin maupun sinklin
ditemukan singkapan batubara.
Lapisan Gantung 1
Lapisan
Gantung 1 berupa lensa terletak diatas Lapisan Burung, ditemukan di 2
(dua) lokasi dengan ketebalan tidak jelas (sumur penduduk).
3.2. Lingkungan Pengendapan Batubara
Penafsiran
lingkungan pengendapan diperoleh dari hasil diskripsi inti bor dan
korelasi penampang lubang bor. Dari data litologi menunjukan adanya
sekuen penghalusan butiran kearah atas mulai dari batupasir, batulanu
dan batulempung; juga terdapat struktur sedimen berupa strultur
lentikular, flaser, gelembur gelombang, parallel laminasi dan graded
bedding.
Dari
data karakteristik litologi dan struktur sedimen tersebut diperkirakan
lingkungan pengendapan sedimen di daerah peninjauan berada pada daerah
fluvial hingga delta.
3.3. Kualitas Batubara
Batubara yang dianalisa kimia sebanyak 41 conto play sample
dan 16 conto komposit, terdiri dari Lapisan Suban, Mangus, Burung dan
Benuang. Jenis analisa yang dilakukan adalah analisa proksimat dengan
dasar udara kering (adb), analisa ultimat dengan dasar bebas abu (daf),
analisa komposisi abu dan penentuan nilai HGI
Analisa Proksimat
Ringkasan
hasil analisa proksimat conto batubara daerah Nibung dan Sekitarnya
disarikan dalam. Dari data hasil analisa proksimat dapat disarikan
sebagai berikut :
· Kandungan
air total (TM) dari lapisan terbawah ke lapisan teratas umumnya adanya
peningkatan yaitu berkisar 37,10 - 42,60%, kecuali Lapisan Burung
kandungan air total sebesar 33,75%.
· Kandungan air tertambat (M) menunjukan adanya penurunan dari lapisan paling bawah ke atas; yaitu berkisar dari 10,10 - 10,80%.
· Kandungan Volatile Matter (VM) 41,55 - 49,70%.
· Kandungan Abu 5,60 – 7,80%, kecuali Lapisan Burung sebesar 11,10%.
· Kandungan Sulphur kurang dari 0,40%.
· Nilai kalori 5.285 – 5.870 kal/gr.
· Nilai kekerasan batubara berkisar dari 49 - 73, sehingga batubara tersebut tergolong lunak, kecuali Lapisan Suban sangat keras HGInya 21.
Dari hasil analisa kimia batubara, kualitasnya termasuk Kelas Sub-bituminous – Lignitic.
Analisa Ultimat
Dari hasil analisa, unsur karbon (C) berkisar dari 68,08 – 72,82%; hidrogen ( 4,71 – 5,74% dan oksegen (O2) 20,69 – 23,32%. Sedangkan unsur nitogen dan sulphur umumnya sangat kecil.
Dari hasil analisa abu sebanyak 16 conto (lihat lampiran) dapat diketahui sebagai berikut :
Ø Lapisan Benuang, unsur SiO2 24,79%, Al2O3 19,66%, Fe2O3 24,42%, CaO 15,78%, MgO 2,35% dan HD 2,66%.
Ø Lapisan Burung, unsur SiO2 28,65%, Al2O3 17,65%, Fe2O3 14,26%, CaO 10,72%, MgO 5,43% dan HD 3,56%.
Ø Lapisan Mangus, unsur SiO2 31,28%, Al2O3 18,61%, Fe2O3 12,64%, CaO 13,64%, MgO 2,11% dan HD 4,24%.
Ø Lapisan Suban, unsur SiO2 44,34%, Al2O3 41,60%, Fe2O3 3,20%, CaO 1,28%, MgO 1,00% dan HD 6,38%.
Analisa Petrografi Batubara
Hasil analisa petrografi terlihat bahwa batubara didominasi oleh maceral
vitrinit yaitu berkisar dari 87,40-92,90% yang merupakan bahan
pembentuk batubara. Sedangkan maceral lain umumnya relatif kecil kurang
dari 6,60%. Nilai reflektansi mencirikan rank batubara, dimana kisaranya
antara 0,19-0,25 dan lapisan Mangus terlihat relatif tingi dibandingkan dengan lapisan lain. Berdasarkan klasifikasi Cook (1982) rangknya adalah Lignit .
3.4. Sumberdaya Batubara
Perhitungan
sumberdaya batubara berdasarkan singkapan yang ditemukan (terindikasi)
dan data hasil pemboran inti, dengan kriteria sebagai berikuti :
· Sebaran
ke arah jurus perlapisan batubara didasarkan atas singkapan batubara
dan bor yang dapat dikorelasikan, dibatasi sampai 2.000 meter dari
singkapan.
· Sebaran ke arah kemiringan dihitung sampai kedalaman 50m tegak lurus (vertikal) dari permukaan singkapan / pemboran.
· Berat jenis batubara berdasarkan hasil analisa.
· Tebal batubara yang dihitung > 1,00 meter.
Daerah penyelidikan dibagi menjadi 3 (tiga) blok yaitu Blok Pauh, Batanghari Leko dan Rawas.
Dari hasil perhitungan sumberdaya batubara terindikasi di daerah Nibung dan sekitarnya adalah sebagai berikut :
· Blok Pauh 32.580.464 ton
· Blok Batanghari Leko 60.749.720 ton
· Blok Rawas 178.058.631 ton
Jumlah sumberdaya 271.138.815 ton
3.5. Kemungkinan Pengembangan Batubara
Hasil penyelidikan ketiga blok, terdapat daerah-daerah yang mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut adalah :
Ø Blok Rawas merupakan perioritas pertama dengan jumlah sumberdaya sebesar 178 juta ton dan masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
Ø Blok Batanghari Leko merupakan periotas kedua, karena data yang diperoleh masih kurang dan masih bisa dikembangkan lebih lanjut.
Ø Blok Pauh, walaupun sebarannya terbatas, tetapi sumberdayanya cukup besar.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari
hasil pengkajian batubara bersisitim dalam Cekungan Sumatera Selatan di
daerah Tanah Abang dan Sekitarnya, dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Daerah
Nibung dan Sekitarnya , litologi penyusunnya terdiri dari Formasi
Gumai, Air Benakat, Muaraenim dan Kasai yang umurnya Miosen
Awal–Pliosen. Formasi pembawa batubara adalah Formasi Muaraenim.
2. Endapan batubara yang berkembang terdapat dalam Formasi Muaraenim, paling tidak terdapat 8 lapisan batubara, yaitu dari atas muda ke tua terdiri dari : Lapisan Kladi, tebal >1,00->6,50m dan kemiringan 120 – 600; Lapisan Merapi, tebal 1,00 – 1,50m dan kemiringan 100 - 550; Lapisan Suban, tebal > 1,00 – 7,00m, kemiringan 100 - 250; Lapisan Mangus, tebal > 2,00 – 10,25m, kemiringan 8o – 65o; Lapisan Burung, tebal berkisar dari 1,00 - > 2,80m dan kemiringan 80 – 650; Lapisan Gantung 2, tebal berkisar dari 1,00 - > 2,80m dan kemiringan 80 – 650; Lapisan Benuang, tebal berkisar dari 1,00 - > 4,000m dan kemiringan 100 – 650 dan Lapisan Gantung 1, tidak jelas (sumur penduduk).
3. Kualitas Batubara
batubara daerah Nibung dan Sekitarnya, Kandungan air total Volatile
Matter (VM) 43,75-47,00%, Abu 3,10-12,90%, Sulphur (St) kurang dari
0,40%, Nilai kalori (CV) 5.285-5.870 kal/gr dan Kekerasan batubara (HGI) berkisar dari 50-64, sehingga batubara tersebut tergolong lunak dan ranknya Sub-bituminous-Lignitic.
4. Hasil analisa petrografi terlihat bahwa batubara didominasi oleh maceral
vitrinit 87,40-92,90%, sedangkan maceral lain kurang dari 6,60%. Nilai
reflektansi mencirikan rank batubara, dimana kisaranya antara 0,19-0,25. Berdasarkan klasifikasi Cook (1982), termasuk kedalam Brown Coal /Lignitic.
5. Sumberdaya
batubara di daerah Nibung dan sekitarnya dihitung dengan ketebalan >
1,00m dan sampai kedalaman 50m sebesar 271.138.815 ton.
6. Prospek
pengembangan batubara di daerah Nibung dan Sekitarnya, umumnya dapat
dikembangkan lebih lanjut mengingat data-data yang diperoleh masih
kurang terutama Blok Batanghari Leko, akan tetapi sumberdaya cukup
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Mangga S., dkk., 1983; Peta Geologi Lembar Jambi, Sumatera skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
De Coster G.L., 1974; The Geology of the Central Sumatera Basins, Proceeding Indonesian Petroleum Assoc., 4th Annual Conventionn.
Geoservice Report No.10.151, 1980; Recent Development in Indonesia Coal Geology, (Unpublished).
Hardjono dan Sufra Ilyas, 1989: Batubara Sungai Malam, Sumatera Selatan,
Laporan eksplorasi akhir untuk memenuhi persyaratan permohonan KP.
Eksploitasi dari KP DU 1290 dan 1291, Musi Rawas, PT. Triayani, Jakarat.
Koesoemadinata, R.P., dan Hardjono., 1977; Kerangka sedimenter endapan batubara Tersier Indonesia. Pertemuan Ilmiah Tahunan ke VI, IAGI.
Reineck, H.E., and Sigh. I.B, 1980; Depositional Sedimentary Environments, Springer-Verlag, Berlin.
Suwarna, Suharsono, Gafoer, Amin, Kusnama, Hermanto, 1994; Geologi Lembar Sarolangun, Sumatera, Skala 1 : 250.000
Shell Mijnbouw, 1978; Geological Map of the South Sumatera Coal Province, Scale 1:250.000.
Simandjuntak T.O., dkk., 1981; Peta Geologi Lembar Muara Bungo, Sumatera, skala1:250.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar