Minggu, 14 April 2013

FOULING TEKHNIK



Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa faktor utama yang mempengaruhi kondisi menempelnya abu adalah Na2O. Oleh karena itu, perusahaan B & W menentukan penilaian fouling berdasarkan persamaan di bawah ini. Untuk pembagian tipe abu juga sama dengan untuk slagging.
Abu tipe bituminus (CaO + MgO < Fe2O3)

Rf (Fouling index)  =  {(Fe2O3 + CaO + MgO + Na2O+ K2O) / (SiO2 + Al2O3 + TiO2 )} X   Na2O                                                        

Standar nilai
Potensi fouling Rf
Low 0.2<
Medium 0.2 ~ 0.5
High 0.5 ~ 1.0
Severe >1.0

Abu tipe lignit (CaO + MgO > Fe2O3)
Rf = kadar Na2O (%)
Standar nilai
Potensi fouling Rf
Low 1.2<
Medium 1.2 ~ 3.0
High 3.0 ~ 6.0
Severe >6.0
b. Unsur lainnya.
Selain cara – cara di atas, terdapat pula unsur – unsur lain yang juga mempengaruhi kecenderungan fouling. Diantaranya adalah
- Na2O
Unsur yang paling berpengaruh terhadap kecenderungan fouling adalah unsur alkali, terutama Na. Seperti dijelaskan di atas bahwa pengaruh Na2O adalah besar. Batubara yang abunya (baik tipe lignit maupun bituminus) mengandung Na2O dengan kadar lebih dari 1~2% (sebagian fabrikan menunjuk angka lebih dari 2 ~ 4%) mengindikasikan memiliki kecenderungan fouling yang tinggi.
Di Jepang, standar kualitas batubara uap untuk Na2O adalah 0.1%~3% untuk pembangkitan listrik, dan maksimal 1.2% untuk industri semen.
Batas bawah untuk pembangkitan listrik adalah 0.1%, karena bila angkanya kurang dari ini akan menyebabkan turunnya performa keterambilan debu (untuk proses pengambilan debu dengan Electrostatic Precipitator suhu rendah yang banyak digunakan di Jepang).
Sedangkan untuk industri semen, standar angka (maksimal 1.2%) tadi bukan dimaksudkan untuk menilai kecenderungan fouling, tapi untuk fenomena penurunan kualitas beton terpasang yang disebut dengan alkali-aggregate reaction. Bila terdapat banyak Na2O dalam semen, maka akan timbul alkali-aggregate reaction yang dapat menyebabkan tulang beton menjadi aus atau mengembang, serta betonnya itu sendiri dapat mengembang dan retak.
Disamping Na, unsur lain di dalam semen yang juga dapat menyebabkan fenomena ini adalah K (Kalium). Selain berasal dari abu batubara seperti halnya Na, Kalium juga ada yang terbawa dari bahan baku semen.
Oleh karena itu, penilaiannya ditentukan oleh jumlah Na2O dan K2O di dalam semen, yang nilainya diharapkan tidak lebih dari 0.6%. Sedangkan yang terdapat dalam abu batubara, standar nilai yang ditetapkan adalah maksimal 1.2%.
Alasan mengapa angkanya sangat  besar yaitu 1.2% adalah karena sedikitnya jumlah yang terbawa dari batubara untuk proses kalsinasi di kiln (diperlukan 110~120 kg batubara untuk produksi 1 ton semen). Selain itu, bila abu batubara diganti dengan lempung yang merupakan bahan baku sekunder (diperlukan 280~300 kg untuk produksi 1 ton semen), kadar Na2O dan K2O dapat diperoleh dalam jumlah yang sangat sedikit sesuai dengan rasio substitusi yang diperhitungkan.
Bila jumlah Na2O dan K2O dikonversi ke dalam basis Na2O, maka perhitungannya adalah  Na2O + 0.658 K2O. Disini, angka 0.658 adalah hasil bagi antara berat molekul Na2O (61.98) dengan berat molekul K2O (94.20).
- CaO.
Batubara dengan kadar CaO dalam abu yang tinggi menunjukkan kecenderungan fouling yang tinggi pula. Disini, yang perlu mendapat perhatian adalah bila kadar CaO dalam abunya lebih dari 15~20%.

0 komentar:

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

GEG

GEG

GP

CARBON COUNTER

ENERGY NEWS

NEWS

COAL PROJECT

AREA TAKE OVER

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Perlu Info Kontak Kami di Email kami:mars4302@yahoo.co.id Hp 082380937425