Selain tumbuhan yang ditemukan
bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan
oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya
sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut,
bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis
flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi
iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik
yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang
mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi
kematangan suatu batubara.
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan
organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara
terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu
daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawa-rawa. Kondisi
tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan
yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman
tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak
air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat
tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat
merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan
batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu
perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat
(peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat
batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah
menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas
batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis
dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi
tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan
batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang
mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi,
pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme
juga memegang peranan yang sangat penting.
PENYUSUN BATUBARA
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa
tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan
batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam
polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll.
Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada
spesies dari tumbuhan penyusunnya.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang
memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi
batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui
dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang
terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang
terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks.
Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis
alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti
kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama
yang menyusun batubara.
Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan alkohol
polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada
umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan
hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai
disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah
yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang
paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang
kemudian terurai dan membentuk batubara.
Protein
Protein merupakan bahan organik yang
mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel
mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam
amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya
muncul sebagai steroid, lilin.
Material Organik Lain
Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya.
Tanin
Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.
Alkaloida
Alkaloida merupakan komponen organik
penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari
molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.
Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen
yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu
struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung
dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini
telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi
perkembangan dari proses coalifikasi.
Hidrokarbon
Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali,
hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya
turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam
ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam
pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh
selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan
struktur rangka yang baru.
Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah
dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun
batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren
adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun
bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur
mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan
batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam
sebuah lapisan batubara.
PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA
Pembentukan batubara pada umumnya
dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu
periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya
teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu
juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan
terbentuknya peat.
Pembentukan Lapisan Source
Teori Rawa Peat (Gambut) – Autocthon
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan
batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup
oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam
pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang kemudian
teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya
peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi
yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara.
Teori Transportasi – Allotocton
Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan
batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang
insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari
transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti
danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi
proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai
macam proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi
temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia.
Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan
akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini
adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses
biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen.
Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi
oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan
tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan
temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan
reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme
(temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada
suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara
terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
HETEROATOM DALAM BATUBARA
Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa
tumbuhan) dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses
pematangan.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 –
1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama
proses pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w terdapat pada
lignit atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam
material penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari
inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan
oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 – 5 % w/w
yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang
umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal
dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah,
sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk
batubara dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari
air laut.
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Facebook
0 komentar:
Posting Komentar