Namun Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Wira Budiman, beleid itu mewajibkan pengusaha kontrak karya atau asing, bukan pengusaha nasional mempunyai izin usaha pertambangan (IUP). "Undang-undang tidak mengisyaratkan IUP wajib melakukannya dalam waktu tertentu, memberi ruang karena mengerti anak bangsa
ini baru berkembang," katanya saat ditemui merdeka.com Selasa lalu di kantornya, Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.
Apalagi, Mahkamah Agung telah mencabut peraturan menteri nomor 7 tahun 2012. Alhasil, Wira menegaskan, tidak ada lagi dasar hukum memaksa pengusaha mineral membangun pabrik smelter.
Berikut penjelasan Wira kepada Faisal Assegaf.
Kenapa para pengusaha mineral baru berteriak sekarang soal pelaksanaan Undang-undang nomor 4 tahun 2009?
Sebenarnya kita nggak teriak dari sekarang, dari awal kita sudah berteriak. Buktinya adalah Apemindo dibentuk gara-gara pengusaha lokal merasa dianaktirikan. Sejak permen nomor 7 keluar, Februari 2012, Apemindo dibentuk dan kita aktif hingga sekarang.
Cuma saat ini karena pengusaha-pengusaha lokal merasa
dizalimi lagi makanya kita dikumpulkan lagi.
Maksudnya beleid itu merugikan pengusaha lokal dan menguntungkan pengusaha asing?
Undang-undang itu dari ruhnya baik, mungkin menjadi masalah adalah peraturan turunannya. Undang-undang itu mengisyaratkan baik, kontrak karya harus disamakan
statusnya dengan anak bangsa. Tidak bisa kita mengkhususkan orang asing terus. Cuma di aturan turunannya tidak diatur sedemikian rupa memposisikan anak bangsa sejajar orang asing.
Apakah IUP tidak boleh ekspor? Hingga saat ini karena belum peraturannya maka silakan jalan. Yang terjadi adalah pembentukan opini publik, tanggal 12 Januari ini harus jalan. Itu menurut saya sangat merugikan kami. Kita menghadapi tekanan dari bank, pembeli, dan
karyawan, sedangkan peraturannya tidak ada. Kita mau gugat tidak bisa karena aturannya tidak ada.
Kalau memang beleid nomor 4 tidak pernah ada, apakah memang pengusaha mineral berniat membangun smelter?
Niat itu pasti ada. Selama ada untung, pengusaha pasti kejar. Nggak usah dituntut, nggak usah disuruh.
Untuk membuka satu pabrik smelter butuh dana berapa dan berapa lama proses pembangunannya?
Tergantung ukurannya. Kalau kita bicara untuk proses 200-300 juta ton biji mentah per tahun kita butuh investasi hingga US$ 500 juta.
Untuk tahap perencanaan dan bikin amdal perlu satu tahun paling cepat. Segala macam izin paling cepat setengah tahun sampai setahun. Pembangunan pabrik tiga tahun. Tes mesin sampai stabil bisa produksi butuh 1-2 tahun karena ini industri berat. Jadi total perlu tujuh tahun hingga pabrik bisa berproduksi secara normal.
Kalau pemerintah mau paksakan, apakah kita mau loncat atau mengikuti tahapan benar sesuai kaidah teknis. Kalau dipaksakan tiga tahun, nantinya pabriknya rusak.
Menurut Anda, sokongan seperti apa diperlukan dari pemerintah untuk hilirisasi industri tambang ini?
Menurut saya adalah izin perlu didukung. Sampai saat ini pemerintah belum memberikan dukungan soal izin. Contoh, untuk bangun pabrik kita perlu izin lokasi. Izin lokasi menurut undang-undang tata ruang 2010 adalah setelah punya perda tata ruang provinsi baru BPN bisa mengeluarkan izin seperti itu.
Di seluruh Indonesia, yang punya perda tata ruang provinsi baru seluruh Jawa dan empat provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Sulawesi, Papua, dan NTB belum punya. Sumatera
Utara belum punya, Kalimantan Timur belum punya. Kalau bangun pabrik tanpa izin lokasi adalah ilegal.
Ini sebuah kontradiksi. Di satu sisi, pemerintah mendorong pengusaha bangun pabrik, tapi di sisi lain undang-undang tata ruang tidak ada. Pemerintah dan DPR harus membuat
terobosan bagaimana kita menghadapi situasi ini. Jangan sampai pengusaha ini didorong dan disuruh loncat ke jurang.
Kedua, sebagai penambang kita bayar royalti, CSR dan sebagainya. Royalti ini untuk membangun Indonesia, bukan untuk kantong pejabat. Sebagai IUP, kami bayar royalti lima persen dari nilai jual tiap ton. Kita bayar bea keluar 20 persen dari nilai jual, kemudian kita bayar pajak lagi. Uang ini tolong dipakai untuk membangun Indonesia timur
juga, jangan hanya dikonsentrasikan di Indonesia barat. Tolong dikembalikan dalam bentuk pembangunan infrastruktur di Indonesia timur.
Ketiga, dukungan listrik. Satu smelter dengan satu pembangkit listrik tidak bisa jalan. Ini harus bekerja sama dengan PLN.
Kalau di China beda. Begitu kita datang dan bilang mau bangun smelter, lahan disiapkan gratis, izin dikasih semuanya. Mereka bikin jalan dan pembangkit listrik, pengusaha tinggal colok. Pelabuhan juga disiapkan. Jadi tolong pengusaha itu tetap difasilitasi karena banyak wewenang ada di pemerintah bukan di swasta.
Ada usulan minta kelonggaran dua tahun, apakah itu cukup?
Makanya saya bilang ke Pak Yusril (Yusril Ihza Mahendra) tolong diperhatikan undang-undang tata ruang. Kita ini di satu pihak didorong bangun pabrik smelter, di lain pihak kita melanggar undang-undang. Jangan sampai kita sebagai penambang tidak berani bangun smelter karena melanggar undang-undang.
Artinya pengusaha memiliki dasar hukum kuat untuk menolak membangun smelter?
Kalau perda tata ruang provinsi seluruh Indonesia ada, kita dengan gampang bisa minta izin. Kalau nggak ada, bupati dan gubernur mau keluarkan izin atas dasar apa? Nggak punya perda.
Jadi Anda yakin undang-undang nomor 4/2009 tidak akan dilaksanakan pada 12 Januari?
Undang-undang tetap akan dilaksanakan karena tidak ada masalah. Secara harfiah kita mengartikan yang dilarang adalah pemegang kontrak karya, IUP tidak dibatasi waktu.
Berarti ketakutan akan banyak perusahaan bangkrut dan pemecatan massal tidak bakal terjadi?
Ini dimainkan pemerintah pusat. Mereka memainkan opini publik, itu menjadi masalah di masyarakat. Masyarakat itu percaya apa kata pemerintah. Tolong jangan mainkan opini
publik sehingga menggeser pandangan masyarakat terhadap undang-undang ini.
Biodata
Nama:
Wira Budiman
Tempat dan Tanggal Lahir:
Selatpanjang, 23 Mei 1986
Pendidikan:
Oktober 2005-Januari 2010: Mine Resources Engineering (RWTH Aachen University)
September 2004-Juli 2005: College (RWTH Aachen University)
Pekerjaan:
Juli 2013-Sekarang: Direktur Eksekutif PT Mobi Jaya Persada
April 2010-April 2013: Titan Mining Group
Organisasi:
April 2012Sekarang: Direktur Eksekutif Apemindo
Februari 2012-April 2015: Steering Committee Apemindo
0 komentar:
Posting Komentar