Rp 174 miliar. Masing-masing pembangkit berkapasitas 7 MW. Sebagai gambaran, kebutuhan investasi untuk membangun PLTU itu sekitar US$ 14 juta sampai US$ 16 juta per 1 MW.
Sabtu, 27 Oktober 2012
PT Exploitasi Energi Indonesia
09.22
bro
No comments
PT Exploitasi Energi Indonesia selangkah lagi mengakuisisi beberapa perusahaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan tenaga minihidro (PLTMN). Langkah ini sejalan dengan fokus bisnis di sektor pembangkit listrik, selain bisnis pertambangan batubara. Bagaimana strateginya? Henry Halomoan Sitanggang, Presiden Direktur dan CEO PT Exploitasi Energi Indonesia.
Belakangan ini, banyak investor strategi melihat bisnis batubara di Indonesia menjanjikan. Memang, banyak perubahan aturan yang membuat sebagian dari investor sedikit banyak bingung. Namun, hal itu membuat mereka yang masuk itu benar-benar pemain di industri ini. Jadi, memang ada saling membutuhkan.
Tapi, mereka semua sadar bahwa kebutuhan batubara itu cukup besar, baik itu untuk ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Kondisi ini memangkas hubungan jarak jauh antara produsen batubara dan pembeli. Semua saling berkepentingan dengan industri ini.
Meski begitu, PT Exploitasi Energi Indonesia lebih menekankan kebutuhan pasar batubara dalam negeri. Kami sama sekali tidak ekspor batubara. We love Indonesia. Kenapa?
Mungkin orang lain bilang, domestic market obligation (DMO) batubara itu merupakan kewajiban sesuai Undang-Undang. Tapi, kami melihat hal itu ada manfaat yang sebelumnya kita tidak nikmati.
Asal tahu saja, sebagian besar batubara kami diserap oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebagian lain untuk industri. Ada juga yang kami jual lewat pasar spot. Tapi, sebagian pembelinya adalah traderlokal. Tapi, harga dari PLN masih bagus. Makanya, kami melihat pasar batubara dalam negeri itu lama-lama cantik juga.
Sebenarnya, kami sudah memenangi tender memasok batubara ke 26 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN. Tapi, selama ini kami baru masuk 14 PLTU. Sisanya sebanyak 12 PLTU menunggu pembangunan selesai.
Kapan kami bisa memasok mereka? Tergantung kapan mereka siap membangun PLTU-nya. Yang pasti, kami sudah memenangi tender sebagai salah satu pemasok. Setiap kontrak berlaku sampai 20 tahun. Tapi, ada juga yang hanya lima tahun.
Akuisisi tambang
Karena permintaan yang semakin besar, kami juga berencana menambah kapasitas produksi batubara kami. Kami menargetkan bisa memproduksi 30 juta ton batubara setahun pada tahun 2017-2018. Saat ini, produksi batubara kami baru sekitar 2 juta ton per tahun. Kami mulai menaikkan produksi menjadi 5 juta ton per tahun dari kapasitas terpasang sebesar 10 juta ton per tahun.
Selain dari tambang sendiri, peningkatan produksi itu juga dari tambang lain. Saat ini, kami sedang membangun infrastruktur berupa coal terminal. Gambaran kami, tambang kami yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Selatan harus bisa meng-cover produksi tambang kami yang lain di Kalimantan Tengah.
Selain mengembangkan tambang yang sudah ada, kami juga mencari IUP lain di Kalimantan dan Papua. Ada yang yang kami cari sendiri, tapi belakangan ini juga banyak yang menawari. Bagi kami hal itu cukup bagus. Dalam industri ini, kita memang tidak boleh bermain sendiri, harus bekerja sama.
Meski kami akan terus mengembangkan bisnis dengan membuka tambang baru, ke depan, saya ingin membentuk perusahaan ini menjadi sangat efisien. Jumlah karyawan tidak banyak. Sebab, dengan melihat struktur bisnis kami yang fokus ke energi, terutama di batubara, seharusnya kami ini lebih fokus mencari pasar.
Untuk menambang batubara, kami akan menyerahkan ke beberapa operator yang sudah ahli di bidang ini. Begitu juga dengan pembangunan coal terminal yang mulai kami kerjakan. Kami pakai kontraktor yang besar.
Begitu pula dengan bisnis pembangkit listrik yang kini sudah kami miliki. Kami juga akan menyerahkan operasional PLTU yang kami miliki ke perusahaan yang memang ahli dalam soal ini.
Dengan begitu, kami sedang menyiapkan diri untuk menjadikan PT Exploitasi Energi Indonesia ini seperti perusahaan investasi (investment company) di bidang energi. Kami memiliki banyak portofolio tambang dan pembangkit listrik, tapi operasionalnya kami alih dayakan (outsourcing) ke perusahaan lain.
Kami memang serius untuk berinvestasi, tetapi kami bukan mengerjakan di lapangan. Kami akan membuat model bisnis, menghitung nilai investasi agar sejalan dengan visi perusahaan dan pemegang saham. Selebihnya, pengerjaan kami kasih ke ahlinya.
Contohnya yang terjadi sekarang ini. Salah satu coal terminal kami dioperasikan oleh anak perusahaan PT Pama Persada. Tetapi, aset itu milik kami. We invest, but we are not operator.
Fokus ke pembangkit
Memang, untuk cara ini, kami membuat mekanisme. Kami buat perjanjian secara komersial, target produksi, dan anggaran biaya berapa. Sistemnya bisa bagi hasil atau profit sharing. Cara ini lebih efisien dan tidak memusingkan. Dengan cara itu, kami tinggal menghitung berapa EBITDA terhadap investasi danreturn-nya berapa.
Jadi, tahun ini, fokus bisnis kami ada dua.
Pertama, mengembangkan infrastruktur di bisnis pertambangan. Tujuannya adalah untuk mengamankanfixed stock supply.
Selain itu, dengan cara itu, kami bisa mengontrol harga. Maklum, output bisnis batubara ini sebenarnyafixed. Cuma, input bahannya lebih volatile. Lihat saja, banyak yang lebih senang membeli barang lewat pasar spot. Mereka juga menuntut, kontrak boleh satu tahun, tetapi harga tidak boleh mengikat.
Kedua, kami juga akan terus mengembangkan bisnis pembangkit listrik (power plant). Kami sudah membangun beberapa pembangkit listrik. Semuanya berkapasitas kecil. Target saya selalu di bawah 100 megawatt (MW).
Kami sudah memiliki dua pembangkit listrik di Pangkalan Bun, Kalimantan dan Rengat, Riau. Dari pembangunan dua PLTU, kami masih memiliki sisa investasinya sebesar
Rp 174 miliar. Masing-masing pembangkit berkapasitas 7 MW. Sebagai gambaran, kebutuhan investasi untuk membangun PLTU itu sekitar US$ 14 juta sampai US$ 16 juta per 1 MW.
Rp 174 miliar. Masing-masing pembangkit berkapasitas 7 MW. Sebagai gambaran, kebutuhan investasi untuk membangun PLTU itu sekitar US$ 14 juta sampai US$ 16 juta per 1 MW.
Di bisnis pembangkit listrik ini kami ingin tumbuh unorganic. Caranya, kami aktif mengakuisisi beberapa perusahaan pembangkit listrik. Yang terbaru adalah mengakuisisi PT Tenaga Listrik Bintan (TLB) senilai Rp 48 miliar dan lima pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTMN) yang akan kami teken pembelian pekan ini.
Strategi akuisisi di bisnis pembangkit listrik ada dua: mengambil yang sudah berjalan (operasi) dan membeli perusahaan yang belum beroperasi tapi sudah memegang kontrak power purchase agreement(PPA). Kami mencoba bicara dengan mereka. Kalau harga cocok, mereka bisa jadi mitra.
Soal pendanaan, sejauh ini kami belum ada kendala. Selain dana internal, ada beberapa investor yang tertarik berinvestasi di pembangkit minihidro. Beberapa telah menawarkan bentuk kerja sama joint venture. Investasi di pembangkit minihidro tidak besar, sekitar US$ 1,2 juta per 1 MW. Itu hanyamechanical engineering dan barang modal, di luar civil work.
0 komentar:
Posting Komentar