Rabu, 24 Oktober 2012

KENAPA TAMBANG TAMBANG DITERTIBKAN

Krisis Eropa membuat pertumbuhan ekonomi global melambat. Banyak negara eksportir, khususnya negara berkembang, terkena imbas akibat turunnya permintaan dunia. Penurunan permintaan membuat volume dan harga komoditas ekspor yang bersangkutan menurun, termasuk komoditas pertambangan. Indonesia masuk dalam daftar yang menjadi korban, karena mayoritas ekspor masih berupa produk yang berbasis sumber daya alam (SDA). Penurunan volume dan harga ekspor komoditas inilah faktor utama yang memicu terjadinya defisit neraca perdagangan Indonesia selama tiga bulan berturut-turut, April-Juni 2012. Khusus untuk komoditas pertambangan, saat ini banyak produsen yang memangkas produksi. Bahkan tak sedikit pemegang izin usaha pertambangan (IUP) skala kecil yang gulung tikar. Anjloknya ekspor komoditas tambang tersebut menjadi momentum bagi pemerintah untuk menertibkan IUP yang selama ini terkesan diberikan secara serampangan alias diobral. Otonomi daerah memang menjadi biang keladi menjamurnya ribuan IUP. Penerbitan IUP yang menjadi wewenang bupati/walikota serta gubernur kerap disalahgunakan. Mereka begitu gampang melepaskan IUP tanpa dilandasi verifikasi dan prosedur yang memadai. Penerbitan IUP diduga menjadi sumber utama penggalangan dana oleh kepala daerah, yang notabene sebagian dananya disetor ke partai politik pengusungnya. Sektor tambang memang menjadi bisnis menggiurkan pascareformasi, setelah hutan habis ditebangi. Banyak pengusaha di sektor kehutanan yang dulu semena-mena membabat hutan kini banting setir ke sektor tambang. Setelah puas menebang kayu, mereka kini mengeruk sumber alam yang ada di bawahnya. Sejumlah pengusaha sektor lain pun ramai-ramai bantir setir ke bisnis tambang, khususnya batubara. Saat ini, terdapat 10 ribuan IUP yang telah diterbitkan di seluruh Indonesia. Mayoritas merupakan izin pertambangan batubara. Namun, lebih dari separuh IUP tersebut bermasalah atau berstatus nonclean and clear. IUP bermasalah umumnya terjadi karena melanggar aturan, merusak lingkungan, tumpang tindih dengan wilayah kuasa pertambangan (KP) lain, atau merambah hutan konversi. Ada pula perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan hutan, namun tidak mengantongi izin pakai hutan dari Kementerian Kehutanan, sehingga berstatus ilegal. IUP sudah saatnya ditertibkan. Liberalisasi di sektor pertambangan harus direvisi agar bangsa Indonesia tidak gigit jari dalam beberapa decade ke depan. Izin tambang tidak boleh sembarangan diberikan demi mendongkrak pendapatan asli daerah maupun royalti buat pemerintah pusat. Pemerintah sudah saatnya menata ulang izin usaha tambang serta berbagai izin yang terkait dengan eksploitasi SDA. Izin-izin yang ada harus dievaluasi dan diverifikasi. Jika memang melanggar, pemerintah harus tegas untuk membatalkan atau mencabut. Bila secara hukum berada di posisi yang benar, pemerintah pusat maupun pemda tak perlu takut digugat oleh pemegang izin, bahkan bila digugat hingga arbitrase internasional sekalipun. Terlebih lagi bila pemberian izin mengindikasikan terjadinya korupsi dan kolusi. Selain penertiban, sudah saatnya otoritas pemberian izin usaha pertambangan dikembalikan ke pusat agar lebih terkontrol dan tidak menjadi ajang pengerukan sumber alam secara semena-mena oleh pemda dan investor. Untuk itu, UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) perlu diamendemen. Seiring dengan itu, UU tentang Otonomi Daerah (Otda) juga perlu direvisi, mengingat UU Minerba mengacu pada UU Otda. Dalam penataan ulang dan penertiban itu, semua harus disinkronkan dengan rencana tata ruang dan tata wilayah (RT/RW) di setiap provinsi yang sudah mendapat pengesahan dari pusat. Sinkronisasi amat penting untuk menghindari tumpang tindih dan eksploitasi SDA secara liar dan tak bertanggung jawab. Paralel dengan berbagai upaya itu, kebijakan hilirisasi, kewajiban pembangunan pengolahan tambang (smelter), dan larangan ekspor bahan tambang mentah mulai 2014 yang telah digariskan pemerintah merupakan strategi yang tepat. Kita harus mendorong nilai tambah produk SDA semaksimal mungkin. Sebab, ekspor dalam bentuk bahan mentah hanya menguntungkan industri negara lain. Berbagai kebijakan yang komprehensif tersebut dalam jangka pendek memang akan menurunkan nilai ekspor pertambangan, demikian pula setoran royalti dan pajak. Namun, dalam jangka panjang penerimaan negara dari sektor tambang akan berlipat-lipat. Belum lagi multiefek yang luar biasa, seperti penciptaan lapangan kerja, pendalaman struktur industri, dan berkembangnya industri pendukung secara luas

0 komentar:

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

BRO COAL PROJECT

GEG

GEG

GP

CARBON COUNTER

ENERGY NEWS

NEWS

COAL PROJECT

AREA TAKE OVER

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls
Perlu Info Kontak Kami di Email kami:mars4302@yahoo.co.id Hp 082380937425